ranjana.id – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandar Lampung berkolaborasi dengan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung dan Serikat Petani Lampung (SPL) mengadakan diskusi kebangsaan dengan mengusung tema “Indonesia Hari Ini”, diskusi ini dihadiri oleh berbagai lapisan masyarakat dan aliansi dari berbagai daerah di Sumatra mulai dari Aceh, Riau, Jambi, Palembang, dan Lampung, pada Sabtu (6/9/2025) malam jam 20.33 WIB.
Prof. Faisal selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara mengungkapkan tanah milik umum seperti tambang, minyak, gas bumi dan mineral seharusnya di gunakan untuk kepentingan kas negara demi kemakmuran rakyat, yang mana pertanyaan ini sesuai dengan undang-undang yang berlaku namun faktanya sumber daya alam malah di gunakan untuk rakyat yang tidak jelas keberadaan.
“Sumber daya umum, hasil tambang, minyak, mineral di kelola sedemikian rupa demi kemakmuran rakyat, tetapi malah di gunakan untuk rakyat yang tak jelas keberadaanya,” ungkapnya.
Sedangkan menurut Inayah Wulandari Wahid selaku Tokoh Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM), negara selalu melihat tanah sebagai sumber keuntungan yang mengangap jika masyarakat tidak memberika tanahnya untuk proyek stratrgis maka rakyat egois.
“Kita kalo tidak memberikan tanah, kita egois itu akibat melihat alam sebagai sumber keuntungan saja,” ungkapnya.
Inaya menegaskan petani merupakan penopang negara sehingga sampai saat ini negara masih bisa berdiri.
“Petani adalah penopang negara, jika negara ini masih berjalan dengan baik itu karena bapak ibu sekalian,” tegasnya.
Ia juga sempat menyebut Organisasi Masyarakat (Ormas) yang seharuanya bersama rakyat tetapi justru membela kepenting sekelompok orang saja yang di masukkan atau disusupi demi kepentingan sesorang.
“Ormas yang membela kepentingan sekelompok orang saja itu lah yang di susupi asing,”ujarnya.
Bambang Widjayanto sebagai Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) tahun 1995-2000 dan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011-2015, juga mengungkapkan konflik agraria sulit terselesaikan karena permasalahan yang kompleks dimana tidak adanya pengadilan agraria yang menjadi salah satu penghambat.
“Masalah agraria itu kompleks kita tidak punya pengadilan agraria, jadi harus dipikiran lebih terstruktur salah satu alternatifnya pengadilan agraria,” pungkasnya. (*)