ranjana.id – Haji merupakan ibadah penuh makna, pertama: Haji mendidik agar selalu meningkatkan kadar ketaqwaan dirinya kepada sang maha kuasa. Kedua: Haji mendidik agar senantiasa meningkatkan kesolehan individual, yang berhubungan langsung dengan sesama (manusia). Haji sebagai ibadah yang sarat dengan aspek sosial, diharapkan memberikan manfaat besar bagi umat manusia.
Haji mabrur “baik dan diterima” hanya didapat apabila antara niat tulus, ilmu yang cukup (tentang haji) dan tujuannya mencari ridho Allah mampu diselaraskan satu dengan lainnya. Banyak orang yang tahu ilmu dan cara haji yang baik, namun tidak memiliki niat dan tujuan yang tulus karena Allah, melainkan karena manusia. Maka, hajinya seperti manusia tanpa ruh. Begitu juga sebaliknya, ada sebagian orang yang memiliki niat tulus dalam melaksanakannya, namun mereka tidak mengerti dan tidak tahu hakikat ilmu dan cara melaksanakannya, maka haji mereka seperti ruh tanpa jasad. Artinya, amal mereka mengambang tanpa ilmu, karena tidak sedikit dari praktek ibadah yang dilakukan banyak menyimpang dari tuntunan yang seharusnya.
Jama’ah haji Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah. Tentu hal itu merupakan keistimewaan tersendiri, ironisnya peningkatan jama’ah haji tidak membuat kesolehan sosial masyarakatnya meningkat. Tentu hal itu, merupakan sesuatu yang kontra produktif dan harus dikaji, dicarikan solusinya secara serius. Mengapa hal demikian terjadi?
Syarat dan rukun haji, harus senantiasa memberi pelajaran yang besar bagi pelakunya dalam membentuk karakter, kepribadian dan etika interaksi antara manusia. Oleh sebab itu, memahami hakikat dan makna sosial haji adalah sesuatu keharusan, karena hal itu merupakan ruh dan tujuan sesungguhnya dari pelaksanaan haji.

Islam mengajarkan keutuhan (kaffah) dalam melakukan kewajiban, maka kesolehan individual haruslah berbanding lurus dengan kesolehan sosial, itulah misi Islam terbesar sebagai agama rahmatan lil’alamin.
Dengan ihram, Jama’ah haji berlatih membebaskan dirinya dari belenggu dan budak keduniaan (material). Ketika jama’ah berpakaian ihram, hal tersebut melambangkan kesetaraan dan persamaan derajat seluruh umat manusia. Dengan thawaf jama’ah belajar, bahwa hidup harus senantiasa berjalan dalam koridor ketentuan Tuhan, agar sampai di muara kebahagiaan abadi.
Sa’i, mengajarkan bahwa hidup harus senantiasa berjuang dan berusaha semaksimal mungkin, untuk mencapai kesuksesan dunia akhirat. Sesuai dengan nama shofa yang berarti suci dan marwah yang berarti bermurah hati, maka usaha yang dilakukan manusia hendaknya dengan kesucian hati “ikhlas” dan berujung kedermawanan.
Kemudian, dengan wukuf di Padang Arafah mengajarkan jama’ah, bahwa manusia adalah makhluk kecil, yang tidak memiliki daya dan upaya kecuali dari-Nya. Hal itu tercemin, ketika para jama’ah melakukan wukuf secara serentak, semuanya memuji dan mengagungkan Allah Swt. tak ada yang pantas untuk dibanggakan dalam hidup ini, kita hanya bagian partikel kecil yang tidak kelihatan di jagad raya ini.
Tahallul, mengisyaratkan pembersihan dan penghapusan terhadap cara berfikir kotor, yang masih bersarang dalam benak manusia. Dengan tahallul jama’ah haji diharapkan akan memiliki cara pandang kemanusiaan yang produktif, kemudian lahirlah tindakan yang bermanfaat bagi sesama umat manusia.
Maka tertib dan sempurnalah haji yang dilakukan. Karena sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat terhadap sesamanya.
Ibadah Haji juga merupakan panggilan sang khaliq untuk jihad kepada Allah melawan tirani, dominasi, kejahatan, dan ketidakadilan diproklamirkan. Merefleksikan banyaknya pelajaran dan hikmah serta arti penting haji bagi setiap Muslim, status “haji” atau “hajjah” dan prestise sosial yang diperoleh pasca berhaji hendaknya disyukuri dengan penuh kerendahan hati, dan tidak menjadikan kita sombong dan membangga-banggakan diri. Karena haji adalah ibadah yang dilaksanakan dalam rangka mencari ridho Allah SWT semata.
Akhirnya, Salah satu pesan utama haji adalah agar seorang mukmin mampu membunuh berhala-berhala egoisme dan keangkuhan yang terproyeksikan dalam bentuk kecintaan pada kemewahan dunia supaya tidak menghalangi kecintaan dan ketaatan kepada Allah SWT.
Penulis : Alfianto (Kontributor Lampung Selatan ranjana.id)