ranjana.id – Wamen PPPA Dukung Revisi Perpres Gugus Tugas Pornografi untuk Lindungi Anak dari KejahatanWakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Veronica Tan menyoroti meningkatnya ancaman predator seksual di dunia maya yang menyasar anak-anak dan remaja. Wamen PPPA menyebut para pelaku kini kerap memanfaatkan media permainan daring (game online) untuk melakukan grooming (bujuk rayu) dan menjebak korban yang berusia anak.
“Seperti yang kita tahu, predator sudah mulai berburu anak-anak di dunia maya. Kadang lewat game dengan berbagai cara mendekati mereka, membangun kepercayaan lewat kelemahan-kelemahan mereka. Rata-rata umur korban sekitar 11–16 tahun, masa di mana mereka seharusnya tumbuh dengan baik. Tapi justru di masa itu mereka berada di titik paling lemah dan mudah dipengaruhi,” ujar Wamen PPPA, Veronica Tan dalam Rapat Pembahasan Rancangan Peraturan Presiden tentang Gugus Tugas Penanganan Pornografi yang digelar di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, (3/11/2025), kemarin.
Rapat yang dipimpin oleh Wakil Menteri Sekretaris Negara Bambang Eko Suhariyanto membahas tentang rencana revisi Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2012 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Pornografi (GTP3) yang dinilai sangat relevan untuk menjawab tantangan kejahatan seksual digital saat ini. Dalam rapat ini juga membahas usulan struktur dan peran GTP3 ke depan dari Kementerian/Lembaga agar GTP3 mampu menjadi garda terdepan dan wujud kehadiran Negara dalam pencegahan serta penanganan pornografi.
“Jadi sebenarnya kami ingin menyampaikan kembali urgensi memperkuat Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Pornografi. Ini harus menjadi forum lintas sektor, bukan parsial lagi, untuk melindungi anak-anak Indonesia dari kejahatan seksual digital,” tegas Wamen PPPA.
Wamen menuturkan terkait kasus pornografi, secara skala internasional Indonesia sudah menduduki peringkat ketiga dunia. Tercatat ada 1.450.403 laporan eksploitasi di dunia, termasuk lonjakan pada kasus live streaming dan juga kekerasan. Modusnya semakin beragam dan sistematis, seperti live streaming, sextortion, dan juga grooming.
“Kejahatan ini memanfaatkan teknologi canggih seperti deepfake dan media sosial untuk menjebak serta memeras korban, khususnya anak-anak dan remaja. Kalau kita lihat, beberapa platform seperti Discord dan Roblox serta berbagai game online lainnya tidaklah jahat. Game tersebut memang dirancang untuk membangun interaksi sosial. Namun sekarang, predator memanfaatkan wadah tempat anak-anak bermain dan mengobrol tersebut untuk melakukan grooming,” jelas Wamen PPPA.
Wamen PPPA menambahkan, pola kejahatan seksual digital kini semakin kompleks dan sering kali sulit terdeteksi sejak dini. Oleh karena itu, penguatan kelembagaan seperti GTP3 sangat diperlukan agar pencegahan dapat dilakukan secara terintegrasi melalui koordinasi lintas kementerian, lembaga, dan aparat penegak hukum.
“Urgensi gugus tugas ini sangat penting karena terjadi lonjakan signifikan pada kejahatan online berbasis gender yang menargetkan anak dan perempuan. Dalam enam bulan pertama tahun 2025 saja, laporan kejahatan online berbasis gender meningkat hampir dua kali lipat. Ujungnya sering kali tanpa disadari, sudah kejadian dan sudah terlambat. Dalam penanganan, sering kali kasus baru ditangani setelah terjadi, padahal kita masih bisa melakukan perlindungan sebelumnya,” kata Wamen PPPA.
Dalam usulan K/L, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) diharapkan dapat berperan aktif bersama kementerian dan lembaga lain untuk memastikan upaya pencegahan pornografi. Wamen PPPA juga mengusulkan agar aparat penegak hukum yakni Kepolisian RI turut dilibatkan secara aktif dalam GTP3 khususnya pada penanganan, mengingat isu pornografi kerap bersinggungan dengan kasus perdagangan orang (trafficking) dan eksploitasi seksual.
“Karena (pornografi) ini banyak terjadi di dunia maya, kita perlu bisa melakukan intervensi sebelum ada korban. Jadi sifatnya pencegahan sekaligus perlindungan. Inilah mengapa GTP3 sangat penting untuk mencegah sebelum anak menjadi korban,” pungkas Wamen PPPA.
Wakil Menteri Sekretaris Negara Bambang Eko Suhariyanto menuturkan revisi Perpres Nomor 25 Tahun 2012 urgensinya sangat tinggi sebab kasus-kasus pornografi anak terus terjadi dan menjadi ancaman serius bagi masa depan bangsa. Wamensetneg menuturkan revisi tersebut diharapkan dapat rampung pada akhir tahun 2025.
“Dari pembahasan tadi. Perpres ini akan memuat dua hal utama yaitu tugas gugus tugas dan rencana aksi nasional. Harapannya dapat rampung di Desember ini, karena Kasus-kasus pornografi anak itu tidak berhenti, tidak berhenti mengintai anak cucu kita. Jadi ini penting untuk disegerakan,” tutur Wakil Menteri Sekretaris Negara Bambang Eko Suhariyanto
Rapat ini merupakan tindak lanjut pembahasan bersama Kementerian Sekretariat Negara terkait rencana revisi Perpres Nomor 25 Tahun 2012, yang sebelumnya telah diajukan oleh Menteri Agama kepada Presiden pada 28 Mei 2025. Langkah ini menjadi bagian penting dalam memperkuat koordinasi antar kementerian/lembaga, termasuk aparat penegak hukum, agar pemerintah dapat merespons cepat dan tepat kasus pornografi yang kian meresahkan di era digital. (*)

									




