ranjana.id – Forum Komunitas Petani Bersama (FKPB) mensikapai penolakan 27 pabrik di Lampung atas pemberlakuan Instruksi Gubernur Lampung Nomor 2 Tahun 2025 yang menetapkan harga singkong sebesar Rp. 1.350, dengan rafaksi maksimal 30 persen, serta tanpa mengukur kadar aci (pati). Ke-27 pabrik tersebut memutuskan untuk menghentikan operasional pabrik dan tidak membeli singkong hasil panen petani di seluruh Lampung dengan salih membutuhkan waktu untuk melakukan penyesuaian internal dan pembahasan ditingkat manajemen sebelum mengikuti harga yang ditetapkan Gubernur Lampung.
Hadi Sutrisno, Ketua FKPB, melalui sambungan telepon (9/5/2025), menilai Instruksi Gubernur Lampung tentang harga singkong tersebut seharusnya diikuti pabrik-pabrik pengolahan singkong karena harga Rp. 1.350 rafaksi 30 gersen bukanlah angka tuntutan petani, sebenarnya petani menuntut harga singkong Rp 1500 rafaksi 15 persen.
“Tentu kami dari Petani yang tergabung dalam FKPB menanggapi persoalan petani singkong di Lampung terkait harga, kami menyayangkan penolakan pabrik-pabrik itu dan alasan yang diungkapkan tidak berhubungan dengan Instruksi Gubernur karena faktanya semua proses pembelian singkong petani itu masih dilakukan secara konvensional dan tradisional”, kata Ketua FKPB itu.
“Ketika Gubernur Lampung sudah mengeluarkan instruksi tentang harga singkong, harusnya pengusaha dan pabrik pengolahan singkong menjalankannya karena sebenarnya juga tidak naik banyak dari harga singkong sebelum keluarnya Instruksi Gubernur Lampung.
Hadi Sutrisno menjelaskan, sebenarnya yang menjadi masalah dari petani singkong di Lampung adalah penetapan rafaksi dan kadar aci dari singkong petani yang dijual ke pabrik. Menurutnya, penetapan rafaksi itu tidak jelas dasarnya dan tidak transparan dalam penetapannya. Selain itu, menurutnya, pengukuran kadar aci itu dipertanyakan petani karena tidak jelas standar industrinya.
“Potongan harga itu semaunya dilakukan pabrik. Soal kadar aci juga apalagi, bagaimana bisa pengukuran manual timbang dan celup air singkong bisa tahu kadar aci singkong tanpa SNI apalagi uji lab.” ujar Hadi.
Menurutnya, Instruksi Gubernur soal harga singkong tidak hanya keluar karena desakan petani singkong saja, tetapi lebih melihat bagaimana ketidakadilan dirasakan oleh petani singkong dan praktek curang pabrik kerap merugikan petani.
“Instruksi Gubernur tentang harga singkong itu melalui proses perjuangan panjang dan melelahkan seluruh petani singkong di Lampung. Harus dikawal oleh gerakan rakyat dalam pelaksanaannya. Yang terjadi itu bukan soal naik turun harga, tapi ada mafia permainan harga singkong, serta praktek curang potongan dan kadar aci.” kata Hadi.
“Jika pengusaha dan pabrik tapioka tidak mematuhi Instruksi Gubernur Lampung, tegas saja diberikan sanksi berat. Pemerintah tidak boleh tunduk kepada maunya pengusaha atau pabrik karena kenyataannya petani singkong itu korban permainan harga dan kecurangan pengukuran kadar aci dari pabrik-pabrik itu.” tegasnya. (Redaksi)