Sebulan Lebih 4.800 Kubik Kayu Dan Tongkangnya Terdampar Di Pesisir Barat, Masyarakat Pertanyakan Siapa Yang Bertanggungjawab

Kapolda Lampung dan Jajaran Mengecek Tongkang dan Ribuan Kubik Kayu Yang Terdampar Di Pantai Tanjung Setia, Pesisir Barat (Foto : Polda Lampung)

ranjana.id Sudah lebih dari sebulan tongkang Ronmas 69 bermuatan 4.800 kubik kayu gelondongan terdampar di Pantai Tanjung Setia, Pesisir Barat, Lampung.

Namun, di balik lamanya bangkai kapal ini dibiarkan, muncul satu pertanyaan yang kini mencuat dari temuan di lokasi: apa sebenarnya makna dan asal barcode berwarna kuning yang menempel pada potongan kayu yang berserakan di pantai?

Video warga yang merekam kondisi tongkang menunjukkan sebagian kayu meranti dan keruing terlepas dari dek akibat gelombang tinggi pada November hingga awal Desember.

Kayu-kayu itu kini terdampar di bibir pantai. Di antara potongan tersebut, tertera barcode kuning bertuliskan nama perusahaan PT MPL. Pada bagian atasnya terlihat tulisan Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, disertai potongan kertas merah berisi nomor.

Temuan itu menimbulkan pertanyaan baru mengenai rantai pengangkutan kayu tersebut: Apakah barcode itu bagian dari dokumen resmi angkutan kayu? Apakah kayu tersebut sudah terverifikasi legalitasnya? Dan siapa yang bertanggung jawab atas muatan yang kini tersebar di pesisir itu?

Hingga kini belum ada penjelasan lebih jauh mengenai label identifikasi tersebut.

Untuk diketahui, Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Pol Yuni Iswandari Yuyun, sebelumnya Jumat, 5 Desember 2025 menyampaikan bahwa tongkang itu berangkat dari Sumatra Barat pada 2 November menuju Pulau Jawa.

Namun, baru empat hari berlayar, kapal terdampak cuaca ekstrem. Tali penariknya terlilit hingga membuat tongkang terlepas dan akhirnya terdampar di Tanjung Setia.

Masalah kian rumit setelah tongkang dibiarkan dalam kondisi yang sama selama berminggu-minggu tanpa penanganan berarti.

Nelayan menjadi pihak pertama yang merasakan dampaknya. Potongan kayu besar yang hanyut kerap menabrak perahu, terutama pada malam hari ketika jarak pandang minim.

“Hampir sebulan kami tidak tenang melaut. Kayu-kayu itu bisa menghantam perahu kapan saja,” ujar Zainal, salah satu nelayan setempat, Minggu (7/12/2025).

Ia mengatakan beberapa perahu warga telah rusak akibat hantaman kayu yang terombang-ambing di perairan. Penghasilan nelayan pun menurun drastis karena aktivitas melaut terpaksa dikurangi.

Mereka mendesak pemilik tongkang dan pemerintah segera bertindak, mulai dari memastikan keamanan perairan hingga menyelesaikan persoalan asal-usul dan legalitas kayu bermuatan barcode tersebut.

Selama pertanyaan terkait barcode dan status pengangkutan kayu itu belum terjawab, warga pesisir hanya bisa menanti kejelasan penanganan tongkang raksasa yang tak kunjung diangkat dari Pantai Tanjung Setia.

Pantauan di lokasi, pada Minggu, 7 Desember 2025 pihak kepolisian telah mendatangi lokasi. (*)