Sarasehan Petani Organik Lampung: Mendesak Ekosistem Pertanian Yang Sehat, Mandiri, Dan Berkelanjutan

Peserta Sarasehan Berfoto Bersama (foto : istimewa)

Bandar Lampung – Perubahan iklim yang semakin nyata memberikan dampak signifikan terhadap pertanian dan kehidupan petani. Tidak hanya mempengaruhi hasil panen dan kesejahteraan petani, tetapi juga berimbas pada ketahanan pangan masyarakat secara luas. Fluktuasi pasar dan guncangan ekonomi semakin memperumit situasi, mengancam keberlanjutan usaha tani. Namun, di tengah tantangan ini, petani tetap menjadi garda terdepan dalam menyediakan pangan bagi dunia.

Menanggapi situasi tersebut, Asosiasi Petani Organik Lampung (APOL) menggelar Sarasehan Petani Organik Lampung Menghadapi Tantangan Perubahan Iklim di Balai Pertemuan Asilo Hermelink, Kamis (30/1). Forum ini mempertemukan para petani organik dari berbagai kabupaten/kota di Lampung, pelaku bisnis produk organik, akademisi, perwakilan pemerintah, dan organisasi masyarakat sipil. Total 68 peserta hadir dalam acara ini.

APOL sendiri merupakan wadah komunikasi petani organik di Lampung yang berdiri sejak 23 Agustus 2024. Organisasi ini bertujuan memperkuat jejaring petani, meningkatkan kapasitas, serta mendorong kebijakan yang mendukung pertanian organik dan keberlanjutan.

Acara yang berlangsung dari pukul 08.00 hingga 16.00 ini dibagi menjadi dua sesi utama. Sesi pertama menghadirkan pemaparan dari Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Provinsi Lampung serta Aliansi Organis Indonesia. Sesi kedua diisi dengan diskusi kelompok terarah, di mana peserta mengeksplorasi peluang, tantangan, serta dukungan yang diperlukan untuk mengembangkan pertanian organik di Lampung.

Agenda diskusi ini menyoroti beberapa isu kunci. Pertama, pentingnya kebijakan yang mendukung ekosistem pertanian organik dari hulu hingga hilir.
Ketersediaan forum komunikasi rutin sebagai wadah belajar dan kolaborasi antara petani, produsen input, usaha pengolahan pangan, serta konsumen.

Pertanian organik sebagai solusi krisis iklim, dengan praktik yang mampu meningkatkan kesuburan tanah, mempertahankan cadangan air, serta menjaga keanekaragaman hayati.
Sebagai bentuk komitmen, para peserta menyusun dan membacakan Deklarasi Sarasehan APOL Menanggapi Perubahan Iklim, yang menekankan pentingnya peran petani organik dalam menghadapi tantangan perubahan iklim serta mendesak pemerintah untuk memberikan dukungan konkret.

Selanjutnya, agenda itu mendeklarasi Sarasehan APOL, seruan untuk aksi nyata. Dalam deklarasi yang dibacakan di akhir acara, petani organik Lampung menyatakan komitmen untuk terus mengembangkan pertanian organik sebagai bagian dari solusi krisis iklim. Mereka juga menyerukan pemerintah untuk mengambil langkah nyata dalam bentuk:

Penyuluhan dan pendampingan terkait mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Akses yang lebih mudah terhadap informasi, teknologi, dan pelatihan pertanian organik yang sesuai dengan kondisi iklim yang berubah.
Kemudahan akses modal dan pembiayaan untuk pengembangan pertanian organik.
Pembangunan infrastruktur pendukung pertanian organik di daerah.
“Kami mengajak seluruh pihak—pemerintah, organisasi masyarakat, sektor swasta, dan konsumen—untuk bersolidaritas dan bekerja sama dalam menghadapi perubahan iklim melalui penguatan pertanian organik,” demikian bunyi salah satu poin deklarasi.

Sarasehan ini diharapkan menjadi titik awal bagi gerakan pertanian organik yang lebih kuat di Lampung. Dengan kolaborasi yang solid, pertanian organik bukan hanya akan menjamin ketersediaan pangan, tetapi juga berkontribusi pada pemulihan dan kelestarian lingkungan. (*)