Ratusan Mahasiswa Geruduk Rektorat Unila Terkait Meninggalnya Pratama Wijaya

Mahasiswa FEB Unila Gelar Unjuk Rasa Pasca Meninggalnya Pratama Wijaya (Foto : Aliansi FEB Menggugat)

ranjana.id Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung (FEB Unila) menggelar unjuk rasa pasca meninggalnya Pratama Wijaya Kusuma, mahasiswa jurusan bisnis digital FEB tahun 2024, Rabu (28/5/2025).

Para mahasiswa yang berjumlah ratusan orang tersebut, menggelar unjuk rasa di depan gedung Rektorat Unila minta tanggungjawab ke Dekan FEB Unila Atas Meninggalnya Pratama Wijaya.

Para mahasiswa membentangkan poster dengan tulisan “Katanya zona akademik tapi tempat aman untuk kekerasan”, “FEB Krisis Gak Keadilan”, hingga “Justice For Pratama”.

Korlap unjuk rasa, M Zidan Azzakri mengatakan, pihaknya menggelar aksi tersebut karena wujud solidaritas antar mahasiswa.

“Kami menggelar unjuk rasa ini sebagai wujud solidaritas kami terhadap korban Pratama yang meninggal dunia setelah mengikuti kegiatan kemahasiswaan,” kata Zidan sapaan akrabnya.

Zidan mengatakan, korban Pratama diduga mengalami kekerasan hingga meninggal dunia saat mengikuti pendidikan dasar (diksar) organisasi pecinta alam di FEB Unila.

Pratama meninggal dunia sekitar sebulan lalu, tepatnya tanggal 28 April 2025.

Lebih lanjut Zidan Menjelaskan, dugaan kekerasan yang disertai intimidasi terhadap korban telah disampaikan kepada pihak dekanat.

Namun, menurutnya hingga kini belum ada tindakan tegas dari pimpinan fakultas.

“Berdasarkan bukti rekam medis, pernyataan korban dan keluarga, serta bukti percakapan digital, telah terjadi kekerasan dan intimidasi. Tapi Dekanat tidak menunjukkan sikap tegas. Ini adalah bentuk pembiaran sekaligus pembungkaman terhadap korban,” kata Zidan saat orasi.

Aliansi FEB Menggugat menyampaikan tuntutan antara lain pembubaran Ormawa yang terbukti melakukan kekerasan dan pelanggaran etik, proses hukum dan etik terhadap pelaku kekerasan, dan klarifikasi publik secara terbuka oleh pihak dekanat FEB Unila.

Selain itu, Aliansi FEB Menggugat juga menuntut penghentian segala bentuk intimidasi dan pembungkaman terhadap korban, menyoroti minimnya transparansi keuangan, lemahnya kinerja staf, serta perbaikan fasilitas penunjang akademik. (*)