ranjana.id – Kementerian Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) menegaskan bahwa hingga saat ini PT Sumber Permata Sipora (PT SPS) di Pulau Sipora, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, belum memperoleh Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH).
Perusahaan tersebut baru mengantongi Persetujuan Komitmen yang diterbitkan pada 28 Maret 2023 setelah mendapatkan rekomendasi Gubernur, serta melalui verifikasi administrasi dan teknis. Persetujuan komitmen tersebut bukan izin untuk melakukan kegiatan pemanfaatan hutan, melainkan kesempatan bagi pemohon untuk memenuhi kewajiban sebelum dapat dipertimbangkan pemberian PBPH.
Adapun kewajiban yang harus dipenuhi PT SPS meliputi: (1). Penyusunan koordinat geografis batas areal kerja, (2) Penyusunan Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan (3) Pelunasan iuran PBPH.
“Apabila kewajiban tersebut tidak dipenuhi, maka bukan saja PBPH tidak akan diberikan, persetujuan komitmen pun juga dapat dibatalkan,” ujar Saparis Soedarjanto, Sekretaris Ditjen Pengelolaan Hutan Lestari Kementerian Kehutanan dalam keterangan persnya di Jakarta, Senin (25/8).
Persetujuan komitmen PT SPS tercatat seluas 20,71 ribu hektar atau 33,66% dari luas daratan Pulau Sipora. Persetujuan komitmen tersebut diusulkan untuk izin pemanfaatan kayu hutan alam, hasil hutan bukan kayu, dan jasa lingkungan. Kondisi saat ini PT SPS masih menyelesaikan kewajiban penyusunan Dokumen AMDAL.
Pemerintah merespon berbagai aspirasi masyarakat dan informasi baru yang muncul, Direktorat Jenderal PHL mengambil langkah kehati-hatian, antara lain melalui: (1) Mendorong penyaluran aspirasi masyarakat dan memastikan keterlibatan publik secara transparan dalam mekanisme AMDAL, (2) Mendorong Pemerintah Provinsi untuk mengawal proses AMDAL secara ketat, (3) Melakukan verifikasi dugaan aktivitas pembukaan lahan di sekitar areal permohonan, (4) Mengkoordinasikan hasil verifikasi tersebut bersama Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (GAKUM) Kemenhut untuk tindak lanjut penegakan hukum jika terbukti, dan (5) Menghentikan terlebih dahulu proses permohonan PBPH untuk PT SPS hingga seluruh respon dan telaah komprehensif selesai dilakukan.
Sementara itu, Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat (PKTHA), Julmansyah menyampaikan bahwa lokasi permohonan perijinan PBPH PT SPS di Pulau Sipora disinyalir juga overlap dengan permohonan Hutan Adat oleh dua komunitas yaitu Uma Sakerebau Mailepet dan Uma Sibagau. Luas overlap hasil telaah mencapai 6.937 Ha. Kemenhut melalui Direktorat Jenderal Perhutanan Sosial (PS) sendiri memliki komitmen untuk mempercepat pengesahan Hutan Adat di seluruh Indonesia sesuai aturan yang berlaku. Hal tersebut menjadi pertimbangan juga dalam pengesahan permohonan PBPH PT SPS kedepan.
Sejalan dengan amanat Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK), perizinan PBPH kini menggunakan pendekatan multiusaha kehutanan, yang tidak hanya berorientasi pada pemanfaatan kayu, tetapi juga mengintegrasikan potensi hasil hutan bukan kayu, jasa lingkungan, hingga ekowisata. Pendekatan ini mendorong pengelolaan hutan yang produktif, berkelanjutan, dan inklusif, dengan mengintegrasikan berbagai potensi hutan untuk mendukung bioekonomi, dengan tetap mengutamakan kelestarian kawasan hutan. (*)