Polemik Tiang PLN : Warga Pekon Atar Lebar, Tanggamus Dirugikan

Tiang Dan Gardu PLN Yang Dipasang Tanpa Izin Pemilik Lahan (foto: radarkota.id)

Tanggamus, ranjana.id Pembangunan jaringan listrik di Pekon Atar Lebar, Kecamatan Bandar Negeri Semuong, Kabupaten Tanggamus menuai polemik. Sejumlah warga mengaku lahannya digunakan untuk proyek pemasangan tiang dan gardu PLN tanpa izin dari pemilik lahan.

Salah satu warga pemilik lahan yang kini berdiri empat tiang dan satu gardu PLN di depan rumahnya, mengaku kecewa karena merasa dirugikan.

“Sepuluh batang kelapa saya ditebang begitu saja. Tidak ada musyawarah, tidak ada kompensasi. Malah saya disodori surat kuasa untuk tanda tangan, saya tolak. Tanah itu bersertifikat,” ungkapnya, Rabu (23/4/2025) kemarin.

Ia menuturkan, bahwa sebelumnya memang ada pemberitahuan soal penebangan tanaman yang dilintasi jaringan listrik, namun warga mengira akan ada negosiasi dan kesepakatan terlebih dahulu. Nyatanya, penebangan dilakukan sepihak.

“Ada pembicaraan, tapi belum mufakat. Tahu-tahu sudah ditebang. Saya tidak pernah tanda tangan surat kuasa itu,” tambahnya.

Tak hanya soal lahan dan tanaman produktif yang dirugikan, warga juga dikejutkan dengan mahalnya biaya pemasangan KWH listrik.

Dalam program yang semestinya masuk dalam skema Listrik Masuk Desa pemerintah ini, warga dikenai tarif hingga Rp3 juta per rumah.

Padahal, menurut pengakuan salah satu teknisi lapangan hanya sekitar Rp968 ribu yang disetorkan ke PLN ditambah biaya SLO dan materai dan ongkos teknisi, diperkirakan hanya sekitar Rp1,5 juta keseluruuannya.

“Selebihnya kita ga tau ke mana ?, Mungkin masuk kantong pribadi,” kata salah satu teknisi PLN saat dihubungi melalui sambungan telephon.

Diketahui baru 80 rumah yang terpasang KWH dari 331 Kepala Keluarga di Pekon Atar Lebar saat peresmian pada Rabu 16 April 2025 lalu. Sementara, pihak PLN maupun panitia lokal belum memberikan kejelasan terkait ganti rugi, kompensasi, maupun transparansi biaya pemasangan.

Warga berharap, Pemerintah Daerah dan PLN segera turun tangan mengevaluasi pelaksanaan proyek ini. Mereka menuntut keadilan atas lahan dan hak yang telah mereka korbankan demi pembangunan. (*)