ranjana.id – Beredar petisi online di change.org yang isinya solidaritas untuk jurnalis Sasmito. Petisi online ini dibuat Kampanye LBH Pers untuk mendukung Sasmito yang menempuh mekanisme kasasi atas perselisihan hubungan industrialnya dengan Voice of America (VoA) di Jakarta.
Hingga berita ini diturunkan pada 19/7/2025 malam, sudah 189 orang menandatangani petisi online ini.
Sasmito telah bekerja di VoA yang memiliki kantor perwakilan di Jakarta sebagai Jurnalis sejak tahun 2018. Selama ini, relasi hubungan kerja antara Sasmito dan VoA hanya dituangkan dalam sebuah perjanjian tertulis, yang tidak secara eksplisit mengakui adanya hubungan ketenagakerjaan. Namun, pada April 2024, Sasmito menerima email yang menyatakan pengakhiran hubungan kerja secara sepihak terhadap dirinya.
“Sebagaimana diatur dalam UU Ketenagakerjaan di Indonesia, kerja-kerja Jurnalistik yang dilakukan oleh Sasmito telah memenuhi adanya unsur perintah dan upah yang harus dimaknai sebagai relasi ketenagakerjaan”, tulis Kampanye LBH Pers dalam petisinya.
Kampanye LBH Pers menambahkan dalam petisinya, dengan masa kerja lebih dari 5 tahun, status kerja Sasmito seharusnya sudah beralih menjadi pekerja tetap, dan untuk itu maka ia berhak mendapatkan hak-haknya sebagai pekerja tetap. selama masa kerjanya, Sasmito juga tidak pernah menerima Tunjangan Hari Raya (THR) serta BPJS Kesehatan maupun Ketenagakerjaan, sementara tunjangan tersebut merupakan hak-hak normatif pekerja.
VoA Indonesia melanggar aturan ketenagakerjaan di Indonesia
“VoA Indonesia juga melanggar ketentuan UU No. 6 Tahun 2023 Pasal 59 Ayat (1) dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Kep.233/Men/2003, pekerjaan di bidang media massa tidak dapat menggunakan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) secara terus-menerus”, tegas Kampanye LBH Pers dalam petisinya
PHK tersebut dinilai Kampanye LBH Pers dilakukan secara sepihak, tanpa adanya proses yang transparan atau kesempatan untuk membela diri. VoA juga tidak memberikan hak pesangon sebagaimana yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.
Menurut Kampanye LBH Pers, tindakan pengakhiran perjanjian ini juga dinilai Kampanye LBH Pers merupakan bentuk Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak yang tidak adil dan tidak memberikan kesempatan bagi Jurnalis (pekerja) untuk memperjuangkan posisinya atau mendapatkan kejelasan terkait alasan di balik keputusan tersebut.
Kampanye LBH Pers menambahkan, Suku Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi Jakarta Pusat telah menganjurkan agar pihak pengusaha Kantor perwakilan Voice of America memberikan hak pekerja kepada Sasmito berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak sesuai dengan Pasal 40 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 Tentang perjanjian waktu tertentu, Alih daya, Waktu Istirahat dan Pemutusan Hubungan Kerja. Anjuran tersebut sampai hari ini tidak diindahkan oleh VoA Indonesia.
PHK sepihak ini diduga oleh Kampanye LBH Pers sebagai bentuk reaksi dari VoA Indonesia terhadap keberpihakan serta kerja-kerja advokasi kemanusiaan yang dilakukan secara konsisten oleh Sasmito selama menjalankan masa jabatannya sebagai Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia periode 2021-2024. PHK ini tidak hanya mengancam kebebasan pers, tetapi melanggar prinsip keadilan dan hak-hak pekerja.
Lepasnya tanggung jawab negara terhadap jurnalis di media asing
Sejak Februari 2025, Sasmito menggugat VoA melalui Kantor Perwakilan Voice of America (VOA) di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PHI Jakarta Pusat) dengan Nomor Perkara 48/Pdt.Sus/PHI/2025/PN.Jkt.Pst. Namun pada bulan Juli 2025, Majelis hakim telah menjatuhkan putusan sela dalam perkara perselisihan hubungan industrial antara jurnalis Sasmito (Penggugat) melawan VOA Indonesia (tergugat).
“Majelis hakim mengabulkan eksepsi tergugat mengenai kewenangan mengadili secara absolut. Majelis hakim menyatakan Pengadilan Hubungan Industrial tidak berwenang untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara yang diajukan oleh Sasmito. Putusan sela ini sekaligus sebagai putusan akhir.” terang Kampanye LBH Pers dalam petisinya.
Dari putusan tersebut majelis hakim PHI tak menjaga kedaulatan hukum, melepaskan tanggung jawab negara yang seharusnya menjamin kesejahteraan pekerja sebagaimana mandat Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Majelis hakim tidak mempertimbangkan proses Bipartit, dan Tripartit hingga dikeluarkannya Anjuran Tertulis No. 3434/KT.03.03 tertanggal 11 September 2024 yang telah dikeluarkan oleh Suku Dinas Tenaga Kerja Jakarta Pusat yang isinya menganjurkan agar Pihak Pengusaha Kantor Perwakilan Voice of America memberikan hak-hak Pekerja yaitu Penggugat berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak sesuai dengan Pasal 40 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja dan hak lainnya.
Solidaritas untuk Sasmito
Dari hasil putusan tersebut perjuangan Sasmito tidak berhenti. Perjuangan sasmito masih terus berlanjut. Saat ini Sasmito telah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
“Perjuangan Sasmito bukan hanya soal hak, tapi untuk keadilan dan memperbaiki nasib jurnalis Indonesia yang bekerja di perusahaan media asing. Termasuk jurnalis VOA Indonesia yang nasibnya tidak jelas akibat kebijakan Presiden AS Donald Trump.” tulis Kampanye LBH Pers dalam petisinya.
Berangkat dari sitasi di atas, Kampanye LBH Pers, dalam petisinya, meminta kepada Mahkamah Agung :
“Mari bersolidaritas terhadap jurnalis Sasmito untuk merebut kembali haknya dan untuk perjuangan memperbaiki nasib pekerja media dan jurnalis di Indonesia”, ajak Kampanye LBH Pers diakhir petisi. (Redaksi)