Cita-cita–sebuah understanding “Indonesia 2045” butuh menemukan tujuan bersama.
Pada akhirnya, at the end of the day, tujuan bersama perlu terasa bersama-sama.
Jika tujuan bersama tidak terasa merata “oleh hampir semuanya” tidak akan pernah ada masa depan bersama (common future) yang jelas bagi kelompok.
Jika tujuan bersama tidak jelas, maka tidak akan ada kerjasama; Yang ada di sana adalah kompetisi; Masyarakat kompetitif muncul dari ketiadaan tujuan bersama yang bisa terasa merata (per kapita), dirasakan oleh individu-individu yang mewujudkan masyarakat itu.
“Tujuan bersama” (common purpose) inilah yang kemudian akan mewujudkan “the becoming of the community” bukan hanya “being” (ada) tapi juga “becoming”, mengada, menjadi, maujud
“Community becoming” tidak selalu harus terdeskripsikan atau terdefinisikan dengan “anggaran dasar (AD)” atau “anggaran rumah tangga (ART)”; “Tujuan bersama” sekedar seperti misalnya “bersama-sama menikmati mempertunjukkan– show off alias pamer–kenikmatan kesuksesan karir”
Tidak dengan sendirinya pernyataan (statement atau manifesto) “visi dan misi” akan menjadikan tujuan bersama terasa nyata bagi kita; Tujuan bersama akan terasakan mewujud melalui suasana yang diciptakan bersama. Istilah suasana (dari Sanskrit “sasan”) adalah tentang rasa yang muncul, yang hadir di diri manusia, seperti misalnya “panas” atau “kondusif” dll.
“Kelompok orang-orang kaya–bertamasya bersama-sama–ke luar negeri dan dipamerkan di media sosial” misalnya punya tujuan bersama yang terasa–dinikmati, ternikmati oleh para pelakunya, dan akan membentuk komunitas (community). Terlepas dari persoalan etis atau moral, tujuan bersama mereka jelas bagi mereka. Dan itu dinikmati (enjoyed) oleh mereka, anda boleh saja merasa jengkel.
“Show off” means to behave in a way that is intended to attract attention or admiration, often in a way that others find annoying or boastful. It can also mean to display something proudly or make it obvious that you have something.
To “show off” means to try to impress people by displaying your abilities, achievements, or possessions in a way that is intended to attract attention and admiration, but is often perceived as boastful or annoying.
“Pamer” berarti berperilaku dengan cara yang dimaksudkan untuk menarik perhatian atau kekaguman, bagi pemirsa–“orang lain”, “orang banyak di luar kelompok itu”–sering kali dianggap mengganggu atau sombong. Ini juga dapat berarti memamerkan sesuatu dengan bangga atau menunjukkan bahwa anda memiliki sesuatu.
“Pamer” berarti mencoba membuat orang lain terkesan dengan memamerkan kemampuan, prestasi, atau harta benda anda dengan cara yang dimaksudkan untuk menarik perhatian dan kekaguman, tetapi sering kali dianggap–dipersepsi–oleh yang menyaksikan sebagai pertunjukan kesombongan yang menjengkelkan.
Definisi sederhana untuk komunitas (community) dan aktifitas (activity)
Komunitas alias community adalah sekelompok manusia yang bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama.
Aktivitas alias activity adalah kegiatan yang dilakukan bersama-sama oleh sekelompok manusia untuk mencapai tujuan bersama.
Kartel
Kadang-kadang, kerjasama bisa berbentuk “kartel”; Kartel sepintas tampak seperti kerjasama walaupun sesungguhnya, actually, terbentuk atau terdiri dari–constituted of–parapihak yang dalam kesehariannya (di luar beraktivitas bersama itu) mereka bisa saja sebenarnya bersaing keras habis-habisan, bahkan mungkin saling-bermusuhan (hostile to each other).
Solidaritas antar mereka sebenarnya semu. “Kartel obat bius” (drug cartel) menemukan namanya, disebut kartel karena di luar aktivitas bersama mereka, mereka bisa saja parapihak yang saling bersaing ketat dan atau bahkan bermusuhan, mereka bisa saja berperang, berkelahi saling membunuh di antara mereka sendiri
Beda antara kolaborasi dan kooperasi
“Azas kekeluargaan” adalah istilah untuk menjelaskan relasi-relasi yang terasa memiliki hubungan kekeluargaan (kin relationship, kinship). Sebuah kerjasama bisa saja tanpa rasa kekeluargaan. Pada sebuah perusahaan, sebuah institusi bisa terjadi, berlangsung kolaborasi namun tanpa rasa kekeluargaan terasa di para individunya. Birokrasi biasanya tumbuh dari kondisi ini.
Antara “institusi” (“pranata”) dan gerakan (“movement”)
Sebuah gerakan sosial (social movement) seringkali gagal sebelum berkembang–yaitu layu sebelum berkembang–karena belum apa-apa sudah menetapkan, menterapkan, semacam SOP (“standard operating procedure”). Tujuan bersama menjadi sulit terasa justru karena SOP (algoritma, programming) yang terlalu rumit dan terlalu dini diterapkan atau dipaksakan (implemented) Ringkasnya: sebuah suasana tidak bisa diciptakan pakai algoritma. Kita semua masing-masing perlu berusaha menciptakan itu, bukan mengandalkan diri pada “pengarahan” dan atau “instruksi” (direction and or instruction). Kita perlu kembali membiasakan diri merasakan perasaan yang merasakan (to feel the feeling that feels), bukan perasaan-perasaan yang dinalar (reasoned feelings).
Mudah-mudahan, dengan ini sekarang kita bisa melihat lebih jelas alasan mengapa gotong-royong jadi menghilang, mengapa kooperasi jadi sulit mewujud. Lebih dari itu, kita juga sekarang bisa lebih paham kenapa kerusakan suasana yang ditimbulkan karena ucapan-ucapan tak bertanggung jawab yang dilontarkan dalam media sosial tidak terlalu berguna (unusable) atau bahkan samasekali tidak bermanfaat (unuseful). Setiap kompetensi, apapun itu,–ketika kita pikir kita kompeten dalam sesuatu hal–seharusnya itu terkait dengan tanggung jawab, tanggung jawab sosial kita. Jangan merusak suasana.
Penulis : Didi Sugandi (Pengamat Sosial, menetap di Yogyakarta)