Bandar Lampung, ranjana.id – Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bekerjasama dengan Ruangobrol, Yayasan Prasasti Perdamaian dan Universitas Lampung (Unila), menggelar kegiatan nonton bareng film Road to Resilience dan bedah buku Anak Negeri di Pusaran Suriah (24/4/2025)
Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya preventif terhadap penyebaran paham radikalisme di Indonesia.
Film Road to Resilience merupakan dokumenter ini mengisahkan perjalanan panjang Febri, seorang remaja Indonesia yang terjebak dalam janji-janji manis ISIS dan akhirnya menemukan jalan kembali ke tanah airnya. Film ini dimulai dengan pengenalan masalah yang lebih luas, mengangkat isu perang saudara di Suriah dan kebangkitan ISIS yang menarik ribuan orang dari seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Buku Anak Negeri di Pusaran Konflik Suriah ditulis Dr Noor Huda Ismail merefleksikan pengalaman pribadinya dalam proses repatriasi 18 orang Indonesia dari Suriah pada Agustus 2017, yang memperlihatkan bahwa kemanusiaan dan harapan masih menjadi inti dari setiap langkah. Buku ini melampaui isu radikalisasi, menghadirkan perjalanan memahami manusia, konflik, dan harapan akan masa depan yang lebih baik.
Kegiatan nonton bareng film Road to Resilience dan bedah buku Anak Negeri di Pusaran Suriah tersebut dihadiri Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Lampung, yang diwakili oleh Hermansyah selaku perwakilan Pj Sekretaris Daerah Provinsi Lampung.
Hermansyah mengapresiasi dan dukungan penuh terhadap penyelenggaraan kegiatan bedah buku dan nonton bareng film Road to Resilience dan bedah buku Anak Negeri di Pusaran Suriah.
Menurut Hermansyah, kegiatan ini sangat strategis dalam menanamkan kembali nilai-nilai wawasan kebangsaan di tengah tantangan global dan pesatnya perkembangan teknologi informasi yang dapat menjadi sarana penyebaran paham radikal.
Ia menilai, Indonesia adalah bangsa yang majemuk, terdiri dari lebih dari 1.300 suku, ratusan bahasa daerah, enam agama resmi, serta lebih dari 180 aliran kepercayaan. “Keberagaman ini telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka, dan menjadi kekuatan dalam membangun wawasan kebangsaan,” lanjut Hermansyah.
Ia menambahkan bahwa paham radikalisme kini tidak lagi disebarkan secara konvensional, melainkan melalui media sosial yang menyasar kelompok rentan, yakni perempuan, anak, dan remaja.
“Bila kelompok seperti anak, remaja, dan ibu rumah tangga terpapar radikalisme yang bersumber dari intoleransi, maka kita menghadapi ancaman serius terhadap masa depan bangsa. Oleh karena itu, perlu pendekatan yang lebih lunak, namun efektif dan partisipatif dari seluruh komponen masyarakat,” lanjutnya. (*)