ranjana.id – Pemasangan jalur listrik milik PLN di Pekon Atar Lebar, Kecamatan Bandar Negeri Semuong, Kabupaten Tanggamus berbuntut panjang. Karena merasa dirugikan, warga melaporkan kasus tersebut ke Polsek Wonosobo.
AD (29) warga Soponyono, Kecamatan Wonosobo, Tanggamus telah melaporkan tiga orang yakni, PR bagian jalur PLN Bandar Lampung, SK ketua panitia listrik desa dan HP Sekretaris Desa Pekon Atar Lebar.
Laporan tersebut tertuang dalam Nomor : LP/GAR /B-21/ RES.1.1/V/ 2025/SPKT/ POLSEK WONOSOBO/ POLRES TANGGAMUS /POLDA LAMPUNG tanggal 02 Mei 2025.
Dalam laporannya, AD telah dirugikan lantaran 10 batang pohon kelapa miliknya di rusak dan di tebang oleh terlapor tanpa sepengetahuannya, hingga mengakibatkan AD mengalami kerugian sebesar Rp170 juta.
AD menyampaikan, jika dirinya mengetahui 10 batang pohon kelapa miliknya telah di rusak dan di tebang dari warga yang tinggal di Pekon Atar Lebar. AD kemudian memeriksa ke lokasi kebunnya, didapati 10 batang pohon kelapa miliknya dalam keadaan roboh dan rusak tergeletak di tanah.
Kapolsek Wobosobo IPTU Tjasudin membenarkan, bahwa ada masyarakat yang menjadi korban dan telah melaporkan terkait pengrusakan dan penebangan pohon kelapanya tanpa izin.
“Sudah diterima laporan nya di Sektor Wonosobo, Insyaallah langsung kami tangapi dan secepatnya akan di proses,” kata Kapolsek, Jum’at (2/5/2025).
Penyidik juga akan segera memanggil pihak – pihak yang disebut dalam laporan.
“Kami akan segera memanggil para pihak yang disebutkan dalam laporan untuk klarifikasi lebih lanjut,” timpalnya.
Diberitakan sebelumnya, pembangunan jaringan listrik di Pekon Atar Lebar, Kecamatan Bandar Negeri Semuong, Kabupaten Tanggamus menuai polemik. Sejumlah warga mengaku lahannya digunakan untuk proyek pemasangan tiang dan gardu PLN tanpa izin dari pemilik lahan.
“Sepuluh batang kelapa saya ditebang begitu saja. Tidak ada musyawarah, tidak ada kompensasi. Malah saya disodori surat kuasa untuk tanda tangan, saya tolak. Tanah itu bersertifikat,” ungkapnya, Rabu (23/4) lalu.
Ia menuturkan, bahwa sebelumnya memang ada pemberitahuan soal penebangan tanaman yang dilintasi jaringan listrik, namun warga mengira akan ada negosiasi dan kesepakatan terlebih dahulu. Nyatanya, penebangan dilakukan sepihak.
“Ada pembicaraan, tapi belum mufakat. Tahu-tahu sudah ditebang. Saya tidak pernah tanda tangan surat kuasa itu,” tambahnya.
Tak hanya soal lahan dan tanaman produktif yang dirugikan, warga juga dikejutkan dengan mahalnya biaya pemasangan KWH listrik.
Dalam program yang semestinya masuk dalam skema Listrik Masuk Desa pemerintah ini, warga dikenai tarif hingga Rp3 juta per rumah.
Padahal, menurut pengakuan salah satu teknisi lapangan hanya sekitar Rp968 ribu yang disetorkan ke PLN ditambah biaya SLO dan materai dan ongkos teknisi, diperkirakan hanya sekitar Rp1,5 juta keseluruuannya.
“Selebihnya kita ga tau ke mana ?, Mungkin masuk kantong pribadi,” kata salah satu teknisi PLN saat dihubungi melalui sambungan telephon. (*)