ranjana.id – Melanjutkan kunjungan kerja ke Kabupaten Cirebon, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi mengunjungi dan berdialog langsung dengan 13 Anak Berkonflik dengan Hukum (AKH) berusia 15–17 tahun yang terlibat dalam aksi demonstrasi di DPRD Kabupaten Cirebon, di Polresta Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Kehadiran Menteri PPPA untuk memastikan proses hukum tetap berjalan sesuai aturan, namun tetap mengutamakan prinsip kepentingan terbaik bagi anak.
“Hari ini saya hadir langsung ke Polresta Cirebon untuk memastikan penanganan kasus ini berjalan sesuai prinsip-prinsip perlindungan anak. Meski ada proses hukum, mereka tetaplah anak-anak yang berhak atas masa depan. Oleh karena itu, penanganan diarahkan melalui pendekatan keadilan restoratif sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), yang mengutamakan diversi agar anak tidak kehilangan masa depan akibat satu kesalahan dan tetap mendapatkan pembinaan,” ujar Menteri PPPA.
Menteri PPPA menegaskan pelibatan anak dalam aksi demonstrasi yang mengarah pada tindak anarkis dan kekerasan tidak diperkenankan sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang menegaskan bahwa setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari penyalahgunaan kegiatan politik, pelibatan dalam sengketa, dan pelibatan dalam kegiatan yang mengandung unsur kekerasan.
Menteri PPPA juga menyoroti faktor penyebab keterlibatan anak dalam aksi tersebut. Kasus ini menjadi pengingat bahwa anak-anak sangat rentan terhadap ajakan dan informasi yang menyesatkan. Mereka mudah terbawa arus, apalagi bila kurang pengawasan dari keluarga maupun lingkungan. Lebih lanjut, Menteri PPPA menekankan pentingnya peran keluarga dan sekolah untuk mencegah keterlibatan anak dalam aksi serupa.
“Anak-anak sangat rentan terhadap ajakan dan informasi menyesatkan. Orangtua, guru, dan lingkungan sekitar harus memperkuat pengawasan sekaligus memberi ruang bagi anak untuk bersuara melalui cara-cara yang positif. Kita ingin mereka belajar dari pengalaman ini, bangkit, dan menyalurkan aspirasi dengan cara yang sehat, misalnya melalui kegiatan forum anak, organisasi sekolah, karang taruna, olahraga, seni, atau wadah-wadah partisipasi anak yang aman dan bermanfaat,” tegas Menteri PPPA.
Dalam kunjungan ini, Kemen PPPA juga memberikan assessment kepada anak-anak untuk menggali lebih jauh motif dan tujuan mereka mengikuti aksi demonstrasi. Assessment ini penting untuk memastikan akar permasalahan dapat diidentifikasi. Hasil assessment akan menjadi dasar dalam menentukan langkah pendampingan psikososial serta upaya pencegahan agar kasus serupa tidak terulang.
Kapolresta Cirebon menyampaikan bahwa selama ini, penanganan kasus-kasus yang melibatkan anak dilakukan melalui pendekatan pembinaan. Salah satu upaya yang telah dijalankan adalah melalui program Pesantren Kilat ABH Polresta Cirebon yang telah berlangsung sejak Maret 2024 dan hingga saat ini telah melibatkan kurang lebih 140 anak dalam empat angkatan. Program ini diharapkan dapat memberikan pemahaman serta pembekalan nilai-nilai positif agar anak-anak yang terlibat kasus hukum dapat diarahkan kembali ke jalur yang lebih baik.
Kapolresta Cirebon menegaskan bagi anak-anak yang terlibat dalam aksi demonstrasi, pemberian sanksi dilakukan bukan untuk menghukum, melainkan sebagai sarana edukatif agar mereka menyadari konsekuensi hukum atas setiap tindakan. “Kami tetap berpegang pada ketentuan hukum yang berlaku, khususnya Pasal 363, dengan tetap memperhatikan usia mereka yang sudah di atas 15 tahun. Kami berharap, melalui arahan lebih lanjut, upaya pembinaan yang dilakukan dapat semakin efektif dalam membentuk generasi muda yang unggul dan berdaya saing,” ujar Kapolresta Cirebon.
Bupati Cirebon menanggapi keterlibatan anak dalam aksi unjuk rasa yang baru-baru ini terjadi. Ia menilai bahwa kondisi ini sangat berbeda dengan karakter asli masyarakat Cirebon yang dikenal religius dan lekat dengan nilai-nilai pesantren sejak kecil. Namun, di tengah era globalisasi dengan segala kemudahan akses, dampak negatif juga ikut dirasakan, salah satunya terhadap anak-anak yang terlibat aksi di luar karakter masyarakat Cirebon.
“Penanganan kasus yang melibatkan anak harus dilakukan secara bijak dengan memilah dan tidak memberikan sanksi secara pukul rata. Ada pengaruh dari guru, orang tua, hingga pergaulan yang membentuk anak-anak ini. Maka, penyuluhan bagi keluarga terkait masa perkembangan anak menjadi sangat penting. Ini adalah PR kita bersama saya, jajaran pemerintah, dan seluruh pemangku kepentingan untuk memastikan anak-anak Cirebon sebagai penerus bangsa dapat tumbuh menjadi generasi yang baik dan berkarakter,” ujar Bupati Cirebon. (*)