ranjana.id – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) terus memperkuat upaya perlindungan bagi perempuan pekerja, baik di sektor formal maupun informal baik yang bekerja di dalam negeri maupun di luar negeri. Upaya tersebut dilakukan melalui penguatan kebijakan, kolaborasi lintas kementerian/lembaga, hingga pembentukan Rumah Pelindungan Pekerja Perempuan (RP3) di daerah (31/10/2025), kemarin.
“Kemen PPPA berkomitmen memperkuat perlindungan pekerja perempuan dari kekerasan berbasis gender dan mengupayakan kesetaraan bagi seluruh pekerja. Dalam melindungi pekerja perempuan Kemen PPPA menerbitkan Peraturan Menteri PPPA Nomor 1 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri PPPA Nomor 1 Tahun 2020 tentang Penyediaan Rumah Perlindungan Pekerja Perempuan (RP3) di Tempat Kerja. Diharapkan semua instansi pemberi kerja, baik instansi pemerintah maupun swasta, dapat berpartisipasi dalam memfasilitasi keberadaan RP3 di tempat kerja. Saat ini sudah terbentuk 14 RP3 di delapan provinsi,” ujar Menteri PPPA.
Menteri PPPA menyampaikan pihaknya telah melakukan advokasi kepada sejumlah kementerian/lembaga, antara lain Kementerian Perhubungan, Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPANRB), untuk mendorong pembentukan RP3. Khusus kepada KemenPANRB, kebijakan RP3 diharapkan dapat diadopsi dalam indikator Reformasi Birokrasi dan selanjutnya diterbitkan kebijakan yang mendorong kementerian/lembaga, termasuk pemerintah daerah, untuk mendukung dan mewujudkan RP3.
“RP3 bertujuan memberikan perlindungan hukum maupun psikologis bagi pekerja perempuan serta menciptakan rasa aman, dan nyaman dmelalui layanan pencegahan, pengaduan dan pendampingan. Hal ini juga menjadi bagian dari upaya perluasan layanan pengaduan kekerasan di tempat kerja guna meningkatkan akses korban terhadap perlindungan dan penanganan,” kata Menteri PPPA.
Dalam konteks perlindungan pekerja migran perempuan, Kemen PPPA juga aktif berkoordinasi dengan Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia/Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Kemen P2MI/BP2MI) dan instansi terkait lainnya, seperti mengusulkan materi tindak pidana kekerasan seksual, penguatan mental bagi pekerja yang akan bekerja di luar negeri, selain itu juga fokus pada keluarga yang ditinggalkan termasuk memastikan pengasuhan anak-anak pekerja migran. Tidak kalah pentingnya, Kemen PPPA mengambil peran dalam pemberantasan TPPO, yaitu aktif dalam Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO (GT-PPTPPO) di pusat sebagai ketua sub pencegahan, maupun sebagai anggota. Selain itu, Kemen PPPA juga terus mengadvokasikan dibentuknya GT-PPTPPO di daerah.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor mengatakan dalam lima tahun terakhir, Komnas Perempuan mencatat adanya 4.064 kasus kekerasan di tempat kerja. Menurut Maria, perempuan pekerja masih menghadapi berbagai tantangan untuk mendapatkan lingkungan kerja yang aman dan hak-hak lainnya.
“Komnas Perempuan melakukan pendokumentasian terhadap pemenuhan hak maternitas di sepuluh perusahaan di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara, di sektor umum, Aparatur Sipil Negara (ASN), serta di serikat buruh untuk mengetahui dampak Undang-Undang (UU) Cipta Kerja pada pemenuhan hak maternitas. Kami menemukan bahwa cuti maternitas belum komprehensif, hak maternitas ASN belum terpenuhi, fasilitas pendukung belum memadai, keselamatan dan kesehatan kerja (K3) belum inklusif gender, pemulihan korban kekerasan seksual belum diperhatikan, dan UU Cipta Kerja dinilai turut meningkatkan kerentanan pekerja perempuan, khususnya yang sedang hamil,” jelas Maria.
Selain itu, Maria menyebutkan Komnas Perempuan juga melakukan pemantauan terhadap kondisi perempuan Pekerja Migran Indonesia (PMI) dan calon PMI pada praktik penampungan dalam proses penempatan di Nusa Tenggara Barat dan Jawa Barat. Dalam pemantauan tersebut, masih ditemukan adanya kekerasan, fasilitas asrama yang tidak layak, pelatihan yang belum berperspektif pemberdayaan, rekrutmen yang tidak aman, hingga pelanggaran hak kesehatan reproduksi.
“Terakhir, pada 2023, Komnas Perempuan melakukan pemantauan terhadap pekerja rumahan di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Utara dengan temuan, antara lain situasi kerja tidak layak, kekerasan berbasis gender, hingga pengabaian hak maternitas,” pungkas Maria.
Kemen PPPA dan Komnas Perempuan akan memperkuat koordinasi untuk menindaklanjuti rekomendasi terkait pekerja perempuan, khususnya PMI dan pekerja rumahan. Langkah ini merupakan wujud komitmen pemerintah untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman, layak, dan ramah bagi perempuan. (*)






