Trivia  

Hari Tani Nasional : Mengenang Sejarah, Merefleksikan Perjuangan Petani Indonesia

ranjana.id Setiap tanggal 24 September, Indonesia memperingati Hari Tani Nasional. Hari ini bukan sekadar perayaan, melainkan sebuah momen bersejarah yang mengingatkan kita pada perjuangan panjang kaum tani dalam merebut hak atas tanah dan menjadi fondasi penting bagi kedaulatan pangan bangsa.

Latar Belakang Sejarah, Dari Penjajahan ke Orde Lama

Akar permasalahan yang melatarbelakangi Hari Tani Nasional berawal dari masa penjajahan Belanda. Diterapkannya sistem Cultuurstelsel (Tanam Paksa) pada tahun 1830 telah menyengsarakan rakyat Indonesia, khususnya petani. Mereka dipaksa menanam komoditas ekspor yang menguntungkan Belanda, sementara hak atas tanah dan hasilnya sendiri hampir tidak ada.

Setelah kemerdekaan, warisan feodalisme dan sistem agraria warisan kolonial masih membelenggu petani. Kepemilikan tanah sangat timpang; sebagian besar dikuasai oleh segelintir tuan tanah dan pengusaha asing, sementara petani penggarap hanya menjadi buruh di tanahnya sendiri. Kondisi ini memicu berbagai konflik agraria dan perlawanan dari kaum tani.

Menyadari hal ini, Presiden Soekarno bertekad melakukan pembaruan agraria yang menjadi amanat konstitusi, yaitu Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

 

Puncak Perjuangan, Terbitnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960

Perjuangan panjang para petani, aktivis, dan para pemikir bangsa akhirnya mencapai puncaknya. Setelah melalui proses yang alot dan dinamis, pada 24 September 1960, Presiden Soekarno menandatangani Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA 1960).

UUPA 1960 adalah sebuah terobosan monumental karena:

  • Menghapus sistem agraria kolonial dan menggantinya dengan hukum agraria nasional.
  • Mengakui hukum adat sebagai sumber hukum agraria nasional.
  • Mengatur prinsip fungsi sosial tanah, bahwa kepemilikan tanah tidak boleh hanya untuk kepentingan pribadi semata, tetapi harus memberikan manfaat bagi masyarakat.
  • Mewujudkan pemerataan kepemilikan tanah melalui program landreform (pembaruan agraria) untuk mengatasi ketimpangan dan memenuhi hak-hak petani.

Penetapan UUPA 1960 inilah yang menjadi dasar ditetapkannya tanggal 24 September sebagai Hari Tani Nasional. Penetapan ini berdasarkan Keputusan Presiden Soekarno No. 169 Tahun 1963.

Refleksi dan Relevansi Hari Tani Nasional Masa Kini

Sayangnya, perjalanan implementasi UUPA 1960 tidak mulus. Perubahan politik besar pasca peristiwa 1965 menyebabkan semangat landreform dan UUPA terpinggirkan. Kebijakan pembangunan Orde Baru lebih berfokus pada industrialisasi dan investasi skala besar, yang seringkali mengorbankan hak-hak petani atas tanah. Konflik agraria, alih fungsi lahan pertanian, dan permasalahan klasik seperti akses terhadap pupuk, bibit, dan pasar masih sering terjadi.

Oleh karena itu, Hari Tani Nasional di masa kini memiliki makna yang sangat relevan. Peringatan ini tidak boleh hanya menjadi seremoni belaka, melainkan harus menjadi pengingat bagi seluruh elemen bangsa akan beberapa hal penting :

  • Mengenang Jasa Petani : Sebagai penghormatan atas kerja keras dan ketahanan petani yang menjadi penyangga pangan nasional.
  • Evaluasi Kebijakan Agraria dan Pangan : Pemerintah didorong untuk mengevaluasi dan memperkuat kebijakan yang pro pada petani kecil, mengatasi konflik agraria, dan melindungi lahan pertanian produktif.
  • Memperkuat Kedaulatan Pangan : Hari Tani mengingatkan bahwa kedaulatan pangan hanya dapat dicapai jika petani sejahtera dan memiliki kendali atas sumber daya produksinya (tanah, air, benih).
  • Menyemai Kepedulian Generasi Muda : Agar generasi muda memahami sejarah dan pentingnya sektor pertanian bagi masa depan bangsa.

Hari Tani Nasional adalah monumen hukum dan perjuangan. Ia lahir dari tekad untuk membebaskan petani dari belenggu ketidakadilan agraria warisan kolonial. UUPA 1960 adalah kristalisasi dari perjuangan tersebut. Di tengah tantangan modern seperti alih fungsi lahan, krisis iklim, dan ketahanan pangan global, semangat Hari Tani Nasional harus terus dinyalakan. Merayakan Hari Tani berarti memperjuangkan kesejahteraan petani, keadilan agraria, dan pada akhirnya, kedaulatan pangan Indonesia untuk generasi sekarang dan yang akan datang. (Redaksi)