Bandar Lampung, ranjana.id – Federasi Pergerakan Serikat Buruh Indonesia – Konfederasi Serikat Nasional (FPSBI-KSN) meragukan klaim pemerintah tentang lapangan kerja yang ada mampu menyerap para pekerja yang
di-PHK. Pasalnya, klaim ini muncul di tengah adanya gelombang PHK yang terjadi di sejumlah daerah.
Di tahun 2025 ini saja, perusahaan tekstil Sritex mem-PHK lebih dari 10.000 karyawannya, PT Yamaha Music MFG Indonesia yang memiliki lebih dari 1.000 pekerja mengumumkan penutupan pabrik pada akhir 2025, 3.000 pekerja terdampak akibat PHK yang dilakukan dua pabrik yang mengerjakan sepatu merek Nike. Belum lagi, dua perusahaan seperti KFC dan Sanken juga disebut melakukan PHK.
Dalam rilisnya (11/3/2025), FPSBI-KSN menilai klaim pemerintah bahwa lapangan kerja yang ada mampu menyerap korban PHK tidak sesuai dengan fakta di lapangan karena persoalan keterampilan dan usia yang dibutuhkan pasar tenaga kerja.
Joko Purwanto, Ketua FPSBI-KSN, menjelaskan, fenomena gelombang PHK dan merumahkan pekerja yang melanda di sejumlah wilayah di Indonesia telah terjadi dalam 3 tahun terakhir adalah fenomena tahunan, karena biasa terjadi berkaitan dengan hari raya Idul Fitri.
“Fenomena PHK dan merumahkan pekerja bisa saja berhubungan dengan upaya perusahaan untuk mengesampingkan tanggungjawabnya membayar Tunjangan Hari Raya (THR), karena kemudian pasca hari raya Perusahaan akan cenderung melakukan perekrutan tenaga kerja baru. Perusahaan biasanya menggunakan modus atau alasan PHK karena adanya penurunan order atau kontrak kerjanya habis.”, kata Joko.
FPSBI-KSN menilai, kebijakan pemerintah yang tidak mampu membendung banjir produk impor juga membuat pabrik-pabrik Indonesia terpukul dan terpaksa melakukan PHK.
“FPSBI-KSN menilai adanya sejumlah hal yang perlu dilakukan agar PHK ini bisa diredam, salah satunya pemerintah harus meninjau regulasi yang bermasalah yang cenderung merugikan pekerja yakni terkait dengan
outsourcing dan beberapa aturan turunan Cipta Kerja yang tidak adil untuk para pekerja”, papar Joko.
“Selain itu, pemerintah bisa melakukan proteksi barang produksi dalam negeri agar dapat meminimalisir kerugian industri dalam negeri karena bersaing dengan produk dari luar negeri supaya pabrik-pabrik tidak melakukan PHK”, tutupnya. (Redaksi)