FPSBI-KSN : Janji Pemerintah Selamatkan Sritex Dan Tidak Ada PHK Buruh Hanya Omong Kosong

Salah Satu Unjuk Rasa FPSBI-KSN Di Bandar Lampung (foto : FPSBI-KSN)

Bandar Lampung, ranjana.id PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex, salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, dinyatakan tutup total per 1 Maret 2025 yang berimbas pada PHK terhadap 10.665 buruhnya.

Penutupan total Sritex berawal dari gagalnya membayar utang sehingga digugat PKPU oleh
kreditur dan divonis pailit dan tutup Total oleh pengadilan dan putusannya dikuatkan oleh MA. Saat itu, manajemen Sritex menyatakan akan mengajukan restrukturisasi utang untuk mengatasi permasalahan finansial yang dihadapi.

Kabar ini kemudian memicu kekhawatiran di kalangan kreditur lain, yang akhirnya mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) terhadap Sritex Pada Mei 2021, Pengadilan Niaga Semarang melalui putusan Nomor 12/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN.Niaga.Smg. Dengan resmi menetapkan Sritex dalam status PKPU.

Namun, setelah dua tahun berlalu, Sritex gagal memenuhi kesepakatan yang telah disetujui dalam perjanjian tersebut, sehingga permohonan pembatalan homologasi diajukan, yang akhirnya berujung pada putusan pailit perusahaan.

Keputusan tertulis dalam putusan perkara Pengadilan Negeri (PN) dengan nomor 2/Pdt.Sus- Homologasi/2024/PNNiagaSmg pada Senin (21/10/2024) lalu. Berdasarkan sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Semarang, pemohon pailit Sritex menyebut termohon telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayarannya kepada pemohon berdasarkan Putusan Homologasi tertanggal 25 Januari 2022.

Kemudian upaya kembali dilakukan perusahaan garmen terbesar di Indonesia, Sritex berusaha menyelamatkan diri dari status pailit. Setelah upaya kasasi mereka ditolak oleh Mahkamah Agung (MA), perusahaan telah mengajukan peninjauan kembali (PK) sebagai langkah hukum terakhir. Yang Sebelumnya, Sritex sempat mengajukan gugatan lain-lain dalam perkara PKPU pasca homologasi.

Namun, Pengadilan Niaga Semarang menolak permohonan tersebut, dan keputusan itu
diperkuat oleh MA dalam putusan kasasi.Penutupan total Sritex merupakan puncak dari krisis keuangan yang telah melanda perusahaan selama beberapa tahun terakhir, ditandai dengan gagal bayar utang, gugatan hukum, dan status pailit yang ditetapkan oleh Pengadilan Niaga Semarang pada 21 Oktober 2024.

Hal ini mengundang keprihatinan dari elemen Serikat Buruh di seluruh Indonesia. Federasi Pergerakan Serikat Buruh Indonesia (FPSBI) – Konfederasi Serikat Nasional (KSN), menilai adanya miss manajemen dalam perkara homologasi yang diingkari Sritex yang berujung pailit.

Dalam rilisnya (2/3/2025), Joko Purwanto, Ketua FPSBI-KSN, menilai kepailitan dan penutupan Sritex tidak menggugurkan kewajiban gaji buruhnya selama proses kasasi hingga dinyatakan tutup.

“Apabila selama menunggu kasasi tidak ada pekerjaan untuk buruh Sritex, karyawan harus dirumahkan sampai putusan kasasi, maka upah harus dibayar penuh, itu aturannya”, jelas Joko.

Ia menambahkan, dengan melansir apa yang disampaikan oleh Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Sukoharjo yang menyatakan bahwa seluruh karyawan Sritex resmi diputuskan tanggal 26 Februari PHK, namun untuk bekerja sampai tanggal 28 Februari, buruh Sritex masih berhak menerima upah.

“Wamenaker sudah menyatakan, soal PHK yang terjadi di Sritetex, jika perusahaan sudah diputus pailit oleh hakim pengadilan niaga maka kendali perusahaan menjadi kewenangan kurator dan seluruh kewajibannya dikelola oleh kurator, termasuk soal upah buruhnya”, tambahnya.

Menurut Joko, pernyataan Wamenaker tersebut terkesan pasrah dan tidak berbuat apa-apa sehingga adanya opsi Sritex tutup

“FPSBI-KSN menilai, perlu adanya evaluasi yang dilakukan terhadap menaker RI dan Wamenakerkarena tidak mampu menangani persoalan PT Sritex hingga akhirnya pailit dan menyebabkan 10.665 buruh terkena PHK”, terangnya.

“Tak hanya itu, FPSBI-KSN menyoroti bahwa pernyataan Menaker maupun Wamenaker yang sebelumnya pernah mengatakan masalah Sritex diserahkan saja sepenuhnya ke Pemerintah dan Pemerintah akan menjamin untuk keberlangsungan PT.Sritek tetap berjalan dan tidak akan terjadi PHK di PT Sritex hanyalah pernyataan omong kosong yang dilontarkan oleh seorang pejabat setingkat menteri. Pasalnya, saat ini PHK tetap terjadi dan bahkan PT Sritex telah resmi tutup produksi, terhitung mulai 1 Maret 2025.” tegas Joko.

Menurutnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli juga pernah mengatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto menugaskan menteri-menterinya untuk menyelamatkan Sritex agar tidak ada karyawan Sritex yang di-PHK, sehingga Sritex tetap berproduksi seperti biasa dan seluruh karyawan Sritex tetap tenang.

“Artinya menaker mengklaim pemerintah akan memberi solusi terbaik. Terkait perintah Presiden Prabowo Subianto yang menugaskan menterinya untuk selamatkan Sritex. Runtuhnya industri Garmen dan Tekstil di Indonesia ialah menurunnya daya beli karena deflasi yang disebabkan upah buruh dalam 3 tahun terakhir tidak naik dan 2 tahun terakhir naik di bawah nilai inflasi.” jelas Joko.

Menurutnya, hal ini diperparah dengan adanya Permendag No 8 tahun 2024, dimana mengakibatkan banjir barang tekstil impor yang harganya lebih murah.

“Untuk itu menurut kami dimana Janji-janji manis atas statement-statement di media oleh pemerintah melalui menteri dan wakil menteri bahwa tidak akan ada PHK , ternyata PHK, dan akan menyalurkan (para pekerja), hanya omong kosong saja, janji manis yang ternyata pahit dirasakan masyarakat”, tegas Joko.

“Dalam kondisi yang sama bukan tidak mungkin akan terjadi dan dialami oleh para
buruh yang bekerja di sektor swasta termasuk pabrik karena ini bisa terjadi pada kita semua”, tutupnya. (*)