Dorong Kerja Layak Perempuan, Wamen PPPA Luncurkan Program Penempatan Caregiver ke Singapura

Wamen PPPA, Veronica Tan Dorong Percepatan Penempatan Caregiver Indonesia Ke Singapura (Foto : Kemen PPPA)

ranjana.id Wakil Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Wamen PPPA), Veronica Tan mendorong percepatan penempatan caregiver Indonesia ke Singapura melalui pilot project lintas kementerian. Program ini bertujuan membuka akses kerja layak dan profesional bagi perempuan Indonesia di sektor perawatan.

“Program ini memberi kesempatan kerja bermartabat bagi perempuan Indonesia, sekaligus memastikan pelatihan, perlindungan dan penempatan kerja yang layak. Caregiver bersertifikat akan mendapatkan gaji lebih tinggi dan proses penempatan yang legal dan aman,” ujar Wamen PPPA dalam acara Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI) dan Association of Employment Agencies Singapore (AEA(S)) Bilateral Agency Forum, pada Senin (21/7/2025) kemarin.

Wamen PPPA menyampaikan Kemen PPPA bersama Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (KP2MI) dan Kedutaan Besar RI di Singapura menggagas pilot program penempatan 200 caregiver Indonesia yang akan dilatih secara profesional dan disalurkan secara legal melalui skema P2P (private-to-private) yaitu mekanisme penempatan langsung antara agensi resmi di Indonesia dan mitra agensi di Singapura, dengan pengawasan dan fasilitasi pemerintah untuk memastikan prosedur yang aman, transparan, dan etis.

Caregiver diberikan pelatihan selama dua minggu akan difokuskan pada 32 unit kompetensi caregiving nasional, termasuk keahlian lanjutan seperti penyuntikan insulin, penggunaan nebulizer, NGT feeding, dan perawatan demensia. Setelah pelatihan, peserta akan menjalani dua minggu magang di panti sosial pemerintah di Indonesia, sebelum masuk ke tahap pencocokan kerja dengan mitra Singapura. Proses penempatan ditargetkan selesai dalam waktu dua minggu setelah pencocokan. Skema ini akan dijalankan dalam empat angkatan, masing-masing terdiri dari 50 orang dengan jeda tiga bulan antar angkatan.

“Skema ini berbeda dari penempatan mandiri, karena tetap dilakukan melalui lembaga resmi dan disertai pelatihan serta perlindungan sesuai standar nasional dan bilateral. Dengan sertifikasi dan pemetaan kerja yang jelas, caregiver akan memperoleh gaji lebih layak, yaitu antara SGD 700 hingga 1.200 per bulan naik signifikan dibandingkan standar pekerja domestik biasa yang hanya SGD 550,” ujar Wamen PPPA.

Untuk itu, Wamen PPPA mengajak asosiasi dan pelaku usaha untuk aktif berpartisipasi dalam program ini. Ia berharap pilot program ini dapat menjadi pintu masuk bagi perluasan kerja sama di bidang care economy, membuka jalan bagi perempuan Indonesia mendapatkan ruang kerja yang layak, dan bermartabat di luar negeri.

“Saya berharap kita dapat bekerja sama dengan baik. Kemen PPPA berkomitmen untuk memastikan perempuan mendapatkan kesempatan kerja yang layak. Pilot ini adalah langkah awal untuk roadmap pengembangan care economy Indonesia lima tahun ke depan. Saya percaya kekuatan kolaborasi antara institusi publik dan pelaku swasta dapat membentuk masa depan mobilitas tenaga kerja yang lebih adil dan berkelanjutan, khususnya di sektor perawatan. Sekali lagi, terima kasih atas dukungan semua pihak,” pungkas Wamen PPPA.

Sementara itu, Wakil Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI), Christina Aryani menegaskan forum bilateral APJATI dan AEAS ini merupakan langkah strategis dalam membangun tata kelola penempatan pekerja migran yang lebih baik, khususnya di sektor domestik.

“Pemerintah Indonesia menginisiasi proyek percontohan penempatan 200 caregiver ke Singapura hasil kolaborasi dengan Kemen PPPA. Mereka akan dibekali pelatihan kompetensi khusus sesuai kebutuhan pasar kerja di sana. Ini menjadi langkah awal membuka jalur resmi sektor perawatan, sekaligus sebagai upaya meningkatkan kualitas dan pendapatan pekerja migran. Pemerintah berkomitmen untuk menyederhanakan tata kelola dan prosedur penempatan agar tidak terlalu kaku karena kerumitan proses justru mendorong masyarakat memilih jalur tidak resmi yang berisiko tinggi,” kata Christina Aryani.

President of the Association of Employment Agencies (Singapore) (AEA(S)), K Jayaprema mengatakan pekerja migran asal Indonesia masih menjadi pilihan utama bagi Singapura karena dinilai mampu beradaptasi dengan iklim, budaya, dan nilai-nilai keagamaan di Singapura. Meski demikian, tantangan besar yang dihadapi adalah kualitas sumber daya manusia, termasuk kesiapan emosional, mental, dan keterampilan yang masih perlu ditingkatkan. Oleh karena itu, diperlukan dukungan dari pemerintah untuk memastikan para pekerja benar-benar siap secara holistik sebelum diberangkatkan ke luar negeri.

“Kebutuhan pekerja di Singapura tidak lagi terbatas pada pekerjaan domestik, tetapi semakin berkembang ke bidang perawatan, seperti caregiver untuk lansia dan anak-anak, termasuk anak berkebutuhan khusus. Selain sektor domestik dan perawatan, peluang kerja juga terbuka di bidang perhotelan dan kesehatan. Untuk itu, asosiasi berencana mengusulkan program pilot kepada Kementerian Tenaga Kerja Singapura guna membuka jalur formal bagi pekerja terampil dari Indonesia,” ujar K Jayaprema. (*)