Bandar Lampung, ranjana.id – Beberapa waktu belakangan ini sedang trend di media sosial foto-foto yang diubah dengan gaya animasi ala Ghibli Studio. Dengan bantuan OpenAI pada model GPT-40, siapa saja dapat membuat gambar animasi ala Jepang dalam hitungan detik.
Fenomena Ghiblifikasi ini menuai keprihatinan dan kecaman dari banyak pihak. Mereka menganggap olahan gambar bergaya animasi Jepang itu patut diduga melanggar hak cipta Hayao Miyazaki, pendiri Ghibli Studio.
Banyak pihak juga menyoroti etika penggunaan AI yang dianggap tidak menghargai karya seni yang diciptakan dengan pikiran, kerja keras, materi dan waktu dari seniman Ghibli Studio. Bahkan banyak pihak juga mengecam praktek jual beli jasa pembuatan gambar bergaya Ghibli disebuah platform market place dengan harga sangat murah yang dilakukan beberapa netizen Indonesia.
Rifky Indrawan, Ketua Relawan TIK Lampung, saat dihubungi via whatsapp (8/4/2025), mengatakan, fenomena Ghiblifikasi harus dimaknai sebagai peringatan bagi pemanfaatan AI yang hanya digunakan untuk bersenang-senang, tanpa pertimbangan etika, dan plagiasi.
Menurutnya, fenomena tersebut juga menjadi tanda bahaya bagi industri kreatif dan desain grafis, dimana sebuah desain grafis tidak lagi menjadi karya melainkan hanya sebatas pengolahan database dengan bantuan AI.
“Miris sih, Ghibli Studio itu butuh waktu berpuluh tahun untuk menghasilkan karya animasi yang otentik, tapi dengan gampangnya orang-orang meniru gaya seninya tanpa izin pemberitahuan ke pemilik karya. Itu sudah termasuk plagiasi.” ucap Rifky.
“Lebih miris lagi, ada yang nekat menjualnya. Di salah satu market place ada yang buka jasa ubah foto ke gaya Ghibli Studio dengan harga yang receh, sepuluh ribu. Dimanalah empati dan etikanya.” tambahnya.
Menurutnya, masyarakat harus lebih bijak dalam menggunakan AI dalam kehidupan sehari-hari. Perlu pengetahuan yang cukup sebelum menggunakan AI dalam menghasilkan karya.
“Sebaiknya AI hanya digunakan untuk menunjang produktifitas dan kemudahan kerja. Untuk kreativitas, jelas menggunakan AI itu bukan kreatif, karena kreativitas itu hasil pemikiran, pengetahuan, keterampilan dan keahlian, bukan keterampilan jempol dalam mengetik perintah AI.” tegasnya.
Selain itu, Rifky juga mewanti-wanti masyarakat dalam mengupload foto-foto ke platform AI karena bisa saja mengandung data-data pribadi yang kredensial dan foto yang diunggah berubah menjadi milik publik yang boleh digunakan untuk apa saja.
“Harus tahu syarat dan ketentuan file yang diunggah ke AI. Kalau kita boleh mengubah foto kita jadi apa pun, orang lain pun boleh mengubah foto kita jadi apa pun”, katanya.
“AI itu berkah untuk manusia, jadi penggunaannya harus bermanfaat bagi banyak orang, tak hanya untuk kesenangan dan keuntungan pribadi saja”, tutupnya. (Redaksi)